عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِي جُرْثُوْمِ بْنِ نَاشِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلاَ تَعْتَدُوْهَا، وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلاَ تَنْتَهِكُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا.
[حديث حسن رواه الدارقطني وغيره]
المُفْرَدَاتُ |
|
فَرَضَ – يَفْرِضُ -فَرْضًا (mewajibkan) | حَدَّ – يَحُدُّ – حَدًّا (membatasi) |
اِنتَهَكَ – يَنْتَهِكُ – اِنْتِهَاكًا (Melanggar) | بَحَثَ – يَبْحَثُ – بَحْثًا (Membahas) |
Dari Abi Tsa’labah Al Khusyani Jurtsum bin Nasyir t, dari Rasulullah ﷺ dia berkata : Sesungguhnya Allah ta’ala telah menetapkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian mengabaikannya, dan telah menetapkan batasan-batasannya janganlah kalian melampauinya, Dia telah mengharamkan segala sesuatu, maka janganlah kalian melanggarnya, Dia mendiamkan sesuatu sebagai kasih sayang buat kalian dan bukan karena lupa jangan kalian mencari-cari tentangnya (Hadits hasan riwayat Daruquthni dan lainnya).
(Hadits ini dikatagorikan sebagai hadits dho’if ). Lihat Qowa’id wa Fawa’id Minal Arbain An Nawawiah, karangan Nazim Muhammad Sulthan, hal. 262. Lihat pula Misykatul Mashabih, takhrij Syekh Al Albani, hadits no. 197, juz 1. Lihat pula Jami’ Al Ulum wal Hikam,oleh Ibnu Rajab)
Syarah Hadits Al Arbain An Nawawiyyah – Ibnu Daqieq Al ‘Ied
Larangan membicarakan hal-hal yang didiamkan oleh Allah sejalan dengan sabda Nabi ﷺ :
“Biarkanlah aku dengan apa yang telah aku biarkan kepada kamu sekalian, karena sesungguhnya hancurnya umat sebelum kamu disebabkan mereka banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka”.
Sebagian ulama berkata : “Bani Israil dahulu banyak bertanya, lalu diberi jawaban dan mereka diberi apa yang menjadi keinginan mereka, sampai hal itu menjadi fitnah bagi mereka , karena itulah mereka menjadi binasa. Para sahabat Nabi ﷺ memahami hal tersebut dan menahan diri untuk tidak bertanya kecuali hal-hal yang sangat penting. Mereka heran menyaksikan orang-orang Arab gunung bertanya kepada Rasulullah ﷺ , lalu mereka mendengarkan jawabannya dan memperhatikannya dengan seksama.
Ada suatu kaum yang sikapnya berlebih-lebihan, sampai mereka berkata : “Tidak boleh bertanya kepada ulama mengenai suatu kasus sampai kasus tersebut benar-benar terjadi.” Ulama salaf ada juga yang berpendapat seperti itu. Mereka berkata : “Biarkanlah suatu masalah sampai benar-benar telah terjadi.” Akan tetapi, ketika para ulama merasa khawatir ilmu agama ini lenyap, maka mereka kemudian membahas masalah-masalah ushul (pokok), menguraikan masalah-masalah furu’ (cabang), memperluas dan menjelaskan berbagai hal.
Para ulama berselisih pendapat dalam banyak perkara yang agama belum menetapkan hukumnya. Apakah perkara tersebut termasuk yang haram atau mubah atau didiamkan. Ada tiga pendapat dalam hal ini, dan semuanya itu dibicarakan dalam kitab-kitab Ushul.